| 0 komentar ]
SELAMAT HARI RAYA GALUNGAN & KUNINGAN
12 MEI 2010 & 22 MEI 2010
SEMOGA MAKIN ASIK AZA.....!

PERBEKEL DESA CANDIKUSUMA
BESERTA STAF
Baca Selanjutnya “ ”
| 2 komentar ]



Ingke, di Bali tentulah sudah tidak asing lagi. Ingke adalah nampan atau juga piring yang terbuat dari anyaman lidi daun kelapa. Pada mulanya, ingke dipergunakan sebagai tempat sesajen oleh ibu-ibu di Bali, di samping sebagai perabotan rumah tangga sebagai tempat berbagai macam makanan atau jajanan, buah-buahan dan bumbu dapur.

Di jaman modern ini, ingke menjadi perabotan yang memiliki nilai unik bahkan mewah. Apalagi di kalangan rumah tangga di perkotaan, ingke justru mendapat tempat istimewa di antara perabotan rumah tangga lainnya. Menyuguhkan makanan dan buah-buahan dengan ingke akan terkesan sangat eksklusif. Di samping itu, pada acara-acara resepsi dan pesta, baik yang diselenggarakan suatu instansi pemerintah, suasta maupun rumah tangga, ingke adalah pilihan utama sebagai penggati piring.

Dengan perkembangan seperti itu, maka ingke saat ini telah menjadi salah satu komoditi ekonomi dari sektor kerajinan. Ingke dapat dikatakan sudah menjadi produk industri rumah tangga yang mampu menghasilkan pendapatan signifikan bagi para pengerajinnya.

Di Desa Candikusuma, cukup banyak warga masyarakat yang menekuni kerajinan pembuatan ingke. Produk ingke yang dihasilkan telah lama menembus pemasaran secara luas, tidak saja di Bali namun sudah dikenal di beberapa kota di Jawa. Banyak warga masyarakat dari Yogyakarta, Surabaya dan Jakarta yang kebetulan sedang ke Jembrana menyempatkan diri ke rumah-rumah warga pengerajin ingke untuk membelinya satu hingga dua lusin.

Salah satu keluarga pengerajin ingke yang sudah dikenal secara luas adalah keluarga besar I Ketut Lana di Dusun Moding Kaja. Di samping bertani sebagai mata pencaharian utama, membuat ingke bagi keluarga ini telah terbuki bisa menopang pendapatan ekonomi keluarga. “Membuat ingke sudah menjadi tradisi di keluarga besar kami sejak dulu. Penghasilannya lumayan untuk tambahan memenuhi kebutuhan keluarga,” demikian Ketut Lana yang ditemui saat membantu istrinya membersihkan lidi-lidi bahan ingke.

Untuk pemasarannya, kini mereka tidak perlu repot lagi karena sudah dibantu pihak Dinas Perindustrian Kabupaten Jembrana. “Petugas dari Dinas Perindustrian secara rutin membantu pemasaran ingke buatan kami sehingga bisa menembus pasar ke Denpasar,” jelas Ibu Sayu istri Ketut Lana.

Menurut Ibu Sayu, harga satu lusin ingke kecil (seukuran piring makan) saat ini Rp. 25.000. Dalam sehari dia mampu menyelesaikan satu lusin ingke siap jual. “Kalau hanya menganyamnya, itu tidak lama. Sehari kita bisa menyelesaikan beberapa lusin ingke. Tapi prosesnya kan tidak hanya menganyam lidi. Kita juga harus keliling mencari lidi, lalu membersihkannya. Mengumpulkan lidi ini yang lama. Jadi kalau dirata-ratakan, dalam sehari kita bisa menghasilkan ingke siap jual hanya satu sampai dua lusin saja,” demikian Ibu Sayu yang ditemui sedang menganyam ingke bersama menantu, ipar dan keponakannya.

Kegiatan yang ditekuni keluarga Ketut Lana ini toh tidak sebatas untuk keluarga mereka saja. Belakangan mereka mampu memberi imbas positif kepada para tetangga sekitarnya. Kini telah banyak tetangganya, terutama para ibu rumah tangga, yang mengikuti jejak mereka. Ingke-ingke yang telah selesai dianyam, dikumpulkan lalu dipasarkan secara bersama. Inilah salah satu potensi ekonomi kerakyatan yang ada di Desa Candikusuma yang sampai sekarang tetap produktif.
Baca Selanjutnya “Ingke, Kerajinan Ibu Rumah Tangga Penopang Ekonomi Keluarga”
| 0 komentar ]



Di Desa Candikusuma, kesenian Gong Kebyar telah ada sejak tahun 60-an. Kesenian tradisional ini keberadaannya tetap lestari hingga sekarang mengikuti perkembangan yang terjadi.

Di Desa Candikusuma, terdapat dua sekaa (perkumpulan) Gong Kebyar dan tiga sekaa Baleganjur. Satu sekaa gong kebyar berada di bawah naungan Banjar Adat Candikusuma, dan satunya lagi diayomi oleh dua banjar adat, yaitu Banjar Adat Moding dan Banjar Adat Moding Kaja. Sedangkan sekaa baleganjur di samping berada di bawah naungan tiga banjar adat di atas, juga dimiliki oleh Banjar Adat Tetelan.

Kedua sekaa gong kebyar yang ada di Desa Candikusuma ini, juga pernah membentuk sekaa drama gong pada dekade 70-an hingga 80-an. Saat itu keberadaan drama gong masih mendapat apresiasi sangat besar dari masyarakat Bali. Sayangnya, sejak tahun 90-an hingga sekarang, keberadaan siaran televisi dari berbagai stasiun suasta yang ada di negeri tercinta, telah ikut andil “membunuh” eksistensi drama gong, bukan saja di Candikusuma, tetapi juga drama gog di seluruh Bali. Sayang memang.
Baca Selanjutnya “Kesenian Gong Kebyar dan Baleganjur”
| 0 komentar ]


Sebagai masyarakat agraris, warga masyarakat Desa Candikusuma tidak bisa dilepaskan dari kebiasaan beternak. Pada setiap rumah tangga pasti bisa ditemui adanya ternak sapi atau kambing bagi warga Muslim. Sedangkan warga yang beragama Hindu pada setiap rumah tangga selalu ada ternak sapi, kerbau dan babi.

Hal ini juga merupakan salah satu potensi dan matapencaharian utama di kalangan warga Desa Candikusuma. Secara rata-rata, setiap kepala keluarga di Desa Candikusuma memelihara sepasang ternak sapi.

Dulu sapi dan kerbau lebih dijadikan sebagai sarana untuk bertani, yakni membajak kebun dan sawah. Tetapi karena kini perkebunan di Desa Candikusuma sudah 90% ditanami coklat, pisang dan rambutan, maka ternak sapi dan kerbau diutamakan sebagai hewan potong.

Sementara itu untuk peternakan ayam, di Desa Candikusuma hampir seluruh rumah tangga memilikinya, terutama ayam kampung. Namun sebagian besar dipelihara secara tradisional, dan tidak dibudidayakan secara besar-besaran. Rata-rata setiap rumah tangga di kawasan pemukiman para petani terdapat ternak ayam antara 6 sampai 10 ekor induk. Di samping untuk dijual sebagai ayam potong, ayam kampung biasanya dikonsumsi sendiri dan sebagai sarana upacara (sesajen). Di samping itu, di kalangan masyarakat pedesaan, ayam juga merupakan salah satu sarana sosial sebagai “buah tangan” bagi kerabat atau tetangga. Bila ada warga yang punya upacara, tetangga kiri-kanan biasanya datang membantu sambil membawa satu atau dua ekor ayam untuk dipotong. Ini berlangsung sampai sekarang.
Baca Selanjutnya “Peternakan”